Blog ini dilengkapi dengan CCTV

Rabu, 30 September 2009

Mengambil Ibrah Pergerakan Tokoh-Tokoh Persis Tempo Dulu[1]


-->Oleh: Asep Sobirin, S.Pd.I[2]
Persatuan Islam atau lebih dikenal Persis, merupakan sebuah Ormas Islam yang bergerak pada bidang Dakwah dan Pendidikan, ia lahir pada 12 September 1923, disaat kejumudan dan keterbelakangan pemikiran menjadi “trend”’ bagi Negara-negara muslim yang sedang dijajah, seperti Indonesia.[3] Persis[4] maju kedepan sebagai pembaharu (mujadid) untuk membebaskan kejumudan tersebut dan ‘mendobrak’ pintu ijtihad yang pada waktu itu tertutup. Hal ini merupakan transformasi dari pemikir-pemikir pembaharu Mesir dan Timur Tengah pada waktu itu, diantaranya: Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridho dan lain-lain.
Pada saat ini banyak ditemukan literature dan buku-buku yang memuat gerakan (harakah) Persis ini, dari hasil penelitian ilmiah (tesis dan disertasi), sampai hasil analisis; baik yang membahas Persis sebagai bagian dari gerakan Islam, sampai yang membahas khusus tentang sejarah perjuangan Persis; dari luar Persis (seperti: Deliar Noer – dalam karyanya Gerakan Modernis Islam di Indonesia 1900-1924-, Yudhi Latif –dalam karyanya Intelegensia Muslim dan Kuasa-, dan lain lain), dari orang Persis sendiri (seperti: Dadan Wildan-dalam karyanya Sejarah Perjuangan Persis, Yang Da’i Yang Politikus Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis dan lain lain-, Litbang PW.Pemuda Persis Jawa Barat- Pergerakan Kaum Muda Persis, dan lain lain).
Yudhi Latif dalam karyanya Intelegensia Muslim dan Kuasa, ia sangat memuji Persis dan para penggeraknya semisal M.Natsir, Isa Anshari, Endang Anshari dan lain lain, bahkan seorang Eko Prasetyo[5]-pun, dalam karyanya Astaghfirullah Islam Jangan Di Jual ia memuji M.Natsir, bukan hanya karena kesederhanaan beliau saja, namun juga dalam hal gerakannya melawan kolonialisme, apalagi Dadan Wildan dalam mengungkapkan sejarah tokoh-tokoh Persis begitu mendetail.
Itu merupakan sejarah Persis tempo dulu, bagaimana gerakan Persis sekarang? Persis masa kini, nyaris tidak terdengar di pentas Nasional, Media Massa missal (wabilkhusus TV), hanya menyebutkan NU, Muhammadiyah, FPI, MMI, HTI, Jama’ah Islamiyah dan lain lain. Apakah mungkin seperti yang di ungkapkan oleh Pepen, Dudung, dkk -Litbang PW.Pemuda Persis Jawa Barat- dalam karyanya Gerakan Kaum Muda Persis?!. Dalam buku tersebut mereka sangat mengkritisi gerakan Persis kini, dalam hal Dakwah, Pendidikan (Pesantren), Politik dan lain-lain, sangat jauh berbeda dengan gerakan Persis tempo dulu; masihkah Persis menyandang ‘gelar’ Mujadid?!
Ada beberapa gelintir ‘orang’ Persis yang merasa ‘gerah’ dengan kondisi gerakan Persis saat ini. Ada yang mengungkapkan bahwa Persis hanya berkisar pada fiqih oriented saja, tanpa melihat fenomena kontemporer. Benarkah demikian? Silahkan pembaca mengomentarinya!
Mari kita buka lagi lembaran sejarah tokoh-tokoh Persis, untuk menjadi ibrah di masa kini. Pada mulanya Persis hanya berkisar pada klub diskusi kecil di Bandung, di motori oleh K.H. Zamzam dkk, lalu setelah munculnya A.Hasan, Persis mulai memperlihatkan “taringnya”, ia bukan hanya ‘melawan‘ pemikiran tradisional (seperti: Syirik dan TBC: Takhayul, Bid’ah dan Churafat) dengan berdebat dengan kaum Nahdiyin, beliaupun melakukan perdebatan dengan aliran sesat Ahmadiyyah, dengan faham sekuler, Soekarno.
M.Natsir dan Isa Anshari-pun melesat jauh ke arena kekuasaan, mereka berdua mewakili Persis sebagai anggota Istimewa Masyumi[6], hingga mengantarkan M.Natsir kepuncak kekuasaan, sebagai Perdana Menteri. Isa Anshari, merupakan orator ulung (singa podium) melawan ideology materialis, ia membentuk FAK (Fron Anti Komunis). Tokoh Persis lainnya adalah K.H.E. Abdurrahman, belia seorang ulama yang berwawasan luas, dalam berbagai karyanya, ia selalu mencantumkan referensi dari pemikiran-pemikiran sekuler dan ‘dibantah’ dengan argumentasi keislaman. Dan tokoh Persislainnya, K.H. Abdul Latif Muchtar, beliau merupakan fenomena ulama pada masa kini.
Keberhasilan Persis saat itu, menurut Deliar Noer, karena Persis memegang peranan dalam ‘Media Massa’ (Dakwah bilkitabah), A.Hasan dan murid-muridnya menerbitkan bulletin, selebaran, majalah, dll, sehingga walaupun Persis itu dalam segi kuantitas sangat sedikit, namun dalam segi kualitas, suaranya menggema seantero Nusantara, hingga Persis di segani baik kawan maupun lawan!. Maka Ibrah yang dapat di ambil yang pertama, adalah bagaimana Persis saat ini memegang peranan dalam hal publikasi pemikiran, walaupun kita tidak menafikan keberadaan adanya majalah Risalah dan website persis (www.persis.or.id) – walaupun mungkin hanya di’baca’ oleh orang Persis saja-, namun kedepan Persis harus mempunyai Koran, Radio dan Televisi[7].
Kedua, metode diskusi dalam kajian keislaman harus kembali di hidupkan kembali, karena selama ini, sebagian besar cabang-cabang Persis lebih banyak meggunakan metode ceramah (monolog), hingga pada akhirnya tidak ada daya kritis bagi kader-kader Persis, apalagi dalam menghadapi realita kehidupan masa kini (tidak peka terhadap zaman).
Ketiga, mungkin usulan Ihsan Latief (Sekretaris PW. Persis Jawa Barat), dalam kata pengantar buku ‘merah’nya Litbang PW. Pemuda Persis Jawa Barat, patut mendapat apresiasi, dimana ia mengusulkan dalam Muktamar Persis, agar Dewan Hisbah dan Dewan Tafkir di lebur, supaya nanti dalam menghasilkan fatwa atau pemikiran tidak hanya masalah fiqih tertentu saja, namun akan berkembang dengan masalah fiqih Siyasyah, fiqih Mu’amalah, dan lain-lain, dalam merespon tantangan zaman saat ini.
Keempat, PP. Persis ‘mengakomodasi’ dan ‘menempatkan’ kader-kader Persis sesuai dengan skill dan kemampuannya, karena tidak semuanya jadi ustadz.
Kelima, adanya ‘penataran’ bagi mubaligh-mubaligh Persis, dengan kajian-kajian kontemporer, untuk mengkanter pemikiran-pemikiran nyeleneh (seperti: Pluralisme dan Liberalisme) dan arus kapitalisme-global yang menggerus kaum lemah (dhu’afa) dan kaum tertindas (mustadh’afin). Akan tetapi, patut di acungi dua jempol, sekarang Persis dan PZU (Pusat Zakat Umat) memberikan beasiswa S1 dan S2 bagi kader Persis, mudah-mudahan Persis akan melahirkan kembali mujadid, mujtahid dan mujahid, Amin!
Akhirul kalam, dengan segala keterbatasan ilmu yang penulis miliki (jajauheun di sebat ustadz mah), penulis bukan hendak ‘mamatahan ngojai kameri’ kepada sesepuh Persis (PP) wabilkhusus kepada Dewan Hisbah, ih ampun paralun!. Sebat weh ieu mah "rengekan" anak kepada orangtua-nya.
(dari berbagai sumber. Adapun ada ungkapan : dan lain lain & buku rujukan yang kurang lengkap atau salah penyebutan, penulis lupa lagi, karena hasil bacaannya sudah lama banget, oleh karena itu di sarankan untuk membaca lagi buku-buku tersebut dan mohon koreksinya, hatur tengkiw! Jazaakumullahu khaeran katsiran )



[1] Tulisan ini bukan hendak mengenang romantisme sejarah, hingga lupa keberadaan saat ini, namun lebih dari itu kita jadikan para founding father Persis sebagai ibrah, untuk melangkah kedepan yang lebih baik.
[2] Anggota PD. Pemuda Persis Kota Cimahi (NPA: 00.0197). http:// asep-sobirin.blogspot.com
[3] Rasyid Ridho memandang bahwa kolonialisasi terhadap Negara-negara muslim, salah satunya karena kaum muslimin terjerembab dalam kejumudan dan pintu ijtihad tertutup.
[4] Di samping ormas-ormas Islam pembaharu lainnya yang sedang menggeliat, sebutlah: Muhammadiyah, Al-Irsyad dan lain lain
[5] Ia banyak menulis tentang perlawanannya terhadap imprealisme-kapitalis, dengan analisisnya (kalau boleh penulis menyebut) ‘perkawinan’ (sinkretis) antara gerakan Kiri dengan Islam.
[6] Partai Politik Islam yang berdiri pada zaman Orde Lama, dan Partai yang Istiqomah memperjuangkan Ideologi (Islam), berbeda halnya dengan sebagian Partai Politik Islam (berazaskan Islam dan berbasis umat Islam) saat ini (kalau tidak mau di sebut semuanya), mereka berjuang pragmatis, kita ambil contoh: ketika Pilpres 2009 kemarin, mengapa mereka tidak mengusung Presiden sendiri, tapi mereka lebih mendekat kepada SBY (yang dalam berbagai polling/survey pimenangen)
[7] Kita ketahui bahwa media massa merupakan alat propaganda (dakwah) untuk membentuk opini ummat, bahkan lebih dari itu, ia bias mempengaruhi kebijakan pemerintah. Lebih-lebih TV, karena penduduk di Indonesia mayoritas sufi (suka film). Dan ini jadi renungan bagi kita, bagaimana kita berdakwah sebulan sekali (majalah Risalah), sedangkan Yahudi ‘berdakwah’ tiap detik (TV).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ahlan wa sahlan

QS. Al Hasyr 7

"Apa yang diberikan (diperintahkan) Rasul kepadamu maka terimalah (laksanakanlah). Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah"