Blog ini dilengkapi dengan CCTV

Minggu, 07 Februari 2010

JIHAD I

Muqaddimah 

Akhir-akhir ini kita sering mendengar kata “Jihad”, terutama pasca (skenario) penubrukan gedung kembar WTC (World Trade Center) - pusat perdagangan dunia- yang merupakan icon kapitalisme global, yang berpusat di New York - Amerika serikat. Maka dengan seiring kejadian tersebut, seolah mendapat ‘jalan’ bagi para musuh Islam berusaha ‘memadamkan’ syariat tersebut, salah satunya dengan membuat propaganda bahwa Islam identik dengan kekerasan, dan Jihad adalah ‘alat’ kekerasan tersebut , bahkan maka mereka-pun mempunyai dalih untuk ‘membela diri’ dengan cara menginvasi Negara-negara muslim, seperti: Afganistan, Irak dll. Maka aktivitas Jihad yang di amalkan oleh kaum muslimin, mereka namakan sebagai terorisme. Sok padahal Jihad merupakan salah satu syari’at dalam Islam, yang pernah menjaga ‘kehormatan’ Islam dan umat Islam pada masa Rasulullah Saw, para sahabat dan para penerusnya.

Tidak sampai di sana, mereka pun menempatkan ‘antek-antek’nya di Negara-negara muslim, semisal tokoh-tokoh Islam liberal, murid-murid orientalis tersebut membuat definisi jihad yang sangat jauh dengan yang dimaknai oleh al-Qur’an dan al-Hadits. Misal mereka memaknai Jihad hanya sebatas dengan kerja keras dan bersungguh-sungguh, bahkan banyak ulama-ulama di Indonesia yang dalam setiap berdakwah, sering menyitir hadis : ”kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar (yaitu) melawan diri sendiri”, yaitu hadis tersebut terkait setelah nabi Muhammad Saw dan para sahabat pulang dari perang Tabuk. Selain hadis ini melemahkan semangat ruhul jihad umat Islam, juga hadits tersebut dhoi’f, “La ashla lahu” (hadis tidak ada asalnya) seperti yang di ungkapkan oleh Syeh Ibnu Taiymiyyah, dan sangat bertentangan dengan Al-Quran dan sunnah nabi Muhammad Saw. Dan secara logika saja, kita bisa bayangkan sangat sulitnya peperangan yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw dan para sahabat pada perang Tabuk, dengan iklim yang tidak bersahabat / panas terik, disamping dengan persediaan logistik yang minim, apakah jihad tersebut jihad kecil?!

Definisi dan Urgensi Jihad
Jihad menurut bahasa yaitu kesulitan. “jahadtu jihadan” yaitu aku sampai ke taraf yang sulit. Sedangkan menurut syari’at adalah mengerahkan usaha dan kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir dan pelaku pemberontak (bughat). Para ulama shalafus-shalih sejak dahulu hingga sekarang tidak ada berbantahan-pendapat soal pengertian jihad, yakni berperang di jalan Allah swt dengan niat yang satu: Hidup mulia atau Mati Syahid. Jadi bukan sekedar bersungguh-sungguh mengerjakan sesuatu. Jihad memiliki berbagai tingkatan. Bersungguh-sungguh mengerjakan sesuatu meungkin berada di tingkatan yang lebih rendah, sedangkan jihad tetinggi adalah Qital atau Jihad fi Sabilillah, Berperang di jalan Allah Swt. Maka dengan definisi tersebut sangat jelas sekali, bahwa jihad merupakan salah satu syari’at Islam untuk menjaga kehormatan Islam dan Umat Islam dari rongrongan musuh-musuh Islam (kaum kafirin) dan para pemberontak tehadap daulah Islamiyyah yang sah atau para murtadin yang pernah di perangi oleh khalifah Abu Bakar As-Siddieq radiyyallahu ‘anhu.
Allah Swt berfirman:
( وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (190
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.s. Al-Baqarah: 190)
-->

Dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi radiyallahu ‘anhu. Rasullah Saw bersabda: “Siap-siaga mengahdapi musuh barang sehari dalam perang membela agama Allah, lebih baik dari dunia dan seisinya. Tempat cemeti seseorang dalam surga, lebih baik dari dunia dan seisinya. Perjalanan di waktu sore atau pagi yg dilakukan seseorang dalam perang di jalan Allah, lebhi baik dari dunia dan seisinya (H.r. Bukhari)


Bahkan Yusuf Qaradhawi (seorang ulama moderat)-pun, menulis mengenai fiqih jihad, beliau mengatakan:
“Tanpa jihad, berbagai batasan ummat ini akan dilanggar, darah dari ummat ini akan menjadi semurah debu, tempat-tempat ibadahnya/masjid-masjidnya akan menjadi lebih tidak berharga dari segenggam pasir, dan ummat akan menjadi tidak berharga di mata para musuhnya.
Sebagai akibatnya, sei penakut akan menjadi berani untuk menyerang, si rendah diri akan memandang dengan kesombongan, dan para musuh akan menguasai tanah ummat dan mendominsai serta mengatur masyarakatnya. Hal ini terjadi karena Allah swt telah mencabut rasa takut dari hati musuh-musuh itu terhadap ummat.
Jauh dimasa itu, ummat ini akan dianugerahkan kemenangan atas musuhnya karena AllahSwt menanamkan rasa heran ke dalam dada para musuh akibat perjalanan panjang selama satu bulan yang ditempuh oleh Ummat. Lebih serius dari itu- atau katakanlah, salah satu alas an dibalik itu semua- adlah kenyataan bahwa ummat ini telah mengabaikan jihad, atau bahkan mungkin membuang jihad dari agendanya. Ummat ini telah meninggalkan jihad dari segala aspek mereka: secara fisik, spiritual, intelektual, dan kultural”.

Tingkatan Jihad 
Ibnu Qoyyim membagi jihad menjadi 4 tingkatan, yaitu:
1. Jihadun Nafs (Jihad melawan hawa nafsu)
2. Jihaadus-Syaithaan (Jihad melawan syaitan)
3. Jihadul Kuffar wal Munaffiqiin (Jihad melawan kaum kafir dan munafik)
4. Jihaad Arbaabizh zhulm wal bid’a wal Munkaraat (Jihad melawan Tokoh-tokoh yang zalim, pelaku bid’ah dan kemungkaran).
Dan dari 4 tingkatan ini menjadi 13 tingkatan (sub-sub), insyaallah akan dibahas dalam ahad-ahad berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ahlan wa sahlan

QS. Al Hasyr 7

"Apa yang diberikan (diperintahkan) Rasul kepadamu maka terimalah (laksanakanlah). Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah"